Buah naga yang sering disebut juga kaktus manis atau kaktus madu terbilang buah yang baru dikenal di Indonesia. Buah naga mulai dikembangkan di tanah air serta memiliki peluang besar untuk disebarluaskan. Buah naga termasuk dalam keluarga tanaman kaktus dengan karakteristik memiliki duri pada setiap ruas batangnya. Sebagian besar sumber menyatakan bahwa buah ini berasal dari Meksiko, Amerika Selatan. Konon disebut buah naga, karena seluruh batangnya yang menjulur panjang seperti layaknya naga. Dalam perkembangannya, tanaman ini kemudian dikembangkan di Israel, Thailand dan Australia.
Prospek buah naga di pasar domestik cukup baik karena penggemarnya berangsur-angsur meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin membanjirnya buah naga di supermarket atau pasar swalayan di beberapa kota di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut sekarang telah berkembang sentra produksi buah naga di beberapa daerah. Salah satu daerah yang mengembangkan budidaya buah naga adalah kabupaten Kulonprogo provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Tanaman buah naga paling baik ditanam di dataran rendah, pada ketinggian 20 - 500 m diatas permukaan laut. Kondisi tanah yang gembur, porous, banyak mengandung bahan organik dan banyak mengandung unsur hara, pH tanah 5 – 7 sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman buah naga. Tanaman ini peka terhadap kekeringan dan akan membusuk bila kelebihan air. Untuk mempercepat proses pembungaan dibutuhkan penyinaran cahaya matahari penuh. Tanaman mulai berbunga dan berbuah pada umur 1,5 - 2 tahun. Pemanenan dapat dilakukan pada buah yang memiliki ciri - ciri warna kulit merah mengkilap, jumbai atau sulur berubah warna dari hijau menjadi kernerahan. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan gunting. Buah dapat dipanen saat mencapai umur 50 hari terhitung sejak bunga mekar. Musim panen terbesar buah naga terjadi pada bulan September hingga Maret dengan umur produktif berkisar antara 15 – 20 tahun. Namun buah naga yang dipanen ketika akan dipasarkan harus memiliki kelas mutu yang baik agar dapat bersaing dengan buah naga impor. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam pemutuan buah naga ini adalah penentuan cacat kulit pada buah naga.
Selama ini proses identifikasi tingkat cacat kulit buah naga adalah secara manual yang melibatkan manusia sebagai pengambil keputusan. Proses identifikasi seperti ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah waktu yang dibutuhkan relatif lama serta menghasilkan produk yang beragam karena keterbatasan visual manusia, tingkat kelelahan, dan perbedaan persepsi tentang mutu buah. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang dialami dalam proses identifikasi tingkat cacat kulit buah naga secara manual maka dilakukan penelitian untuk menggantikan sistem manual dengan sistem otomatis. Sistem otomatis akan melakukan identifikasi buah naga berdasarkan tingkat cacat kulit.
0 komentar:
Posting Komentar